Jumat, 16 Januari 2009

Seni Ketangkasan Domba Garut

Cuplikan Berita Tabloid Agrina


26 June 2007, Dari Arena Champ of The Champs
Irama musik tradisional Sunda mengiringi suara sinden di atas panggung. Beberapa orang lelaki bertopi koboi penggembira berjoget di pinggir lapangan. Sementara dua ekor domba di sudut-sudut lapangan yang berhadapan dipegang pawang masing-masing menunggu saat beradu.Tak lama kemudian, wasit meniupkan peluit tanda mulainya pertandingan ketangkasan. Dua ekor domba yang gagah, anggun, dan agresif melangkah mundur untuk mengambil ancang-ancang. Sang pawang pun bersiul kencang dan berteriak, lalu kedua domba itu berlari, saling mendekat, dan dug .. tanduk domba beradu. Penonton pun berteriak menyemangati. Suara pemilik dan penonton semakin riuh manakala benturan antara dua kepala domba ini semakin keras terdengar.


Suasana itu tampak pada acara lomba ketangkasan domba bertajuk “Champ of The Champs 2007” yang berlangsung di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor, Jabar (17/6). Lomba ini diikuti 160 domba yang berasal dari berbagai daerah, seperti Cianjur, Cipanas, Bandung, Garut, Sukabumi, dan beberapa daerah di Jabar.Penilaian Lomba
Meski dalam ajang ini kepala domba saling beradu keras tapi tetap ada aturan yang memperhatikan keselamatan domba. “Wasit akan menghentikan pertandingan jika melihat salah satu domba sudah kesakitan atau belum sampai terjadi 20 kali tumbukan kepala,” kata Imam Soeseno, Ketua Panitia Penyelenggara. Dalam pertandingan ini juga ada batasan waktunya. “Jadi sebenarnya sulit untuk menentukan domba yang menang atau kalah karena jumlah tumbukannya dibatasi. Seni ketangkasan domba ini lebih bersifat hiburan dan pertunjukan kesenian tradisional daripada sebuah pertarungan menang-kalah,” tambah Imam. Tak jarang kedua domba yang dipertandingkan masih tampak segar bugar hingga pertandingan selesai.
Belum tentu pula domba yang menang dalam adu itu saat penilaian terakhir jadi juara. Pasalnya, unsur penilaian tidak hanya menang di arena aduan saja, tapi meliputi kesehatan, postur tubuh, teknik bertanding (langkah maju mundurnya), pukulan tanduk, dan keberanian. Domba yang dikonteskan dibedakan menurut kelasnya masing-masing. “Ada 3 kelas yang dikategori berdasarkan berat. Kelas A untuk domba dengan berat 80 kg, kelas B berat domba 80—65 kg dan Kelas C dengan berat 65 kg ke bawah,” urai Imam.



Agar Selalu Fit
Agar stamina domba selalu bugar kapan pun, perawatan adalah hal yang tidak boleh diabaikan. Menurut Haji Rahmat dari peternakan domba Mande Pakuan, perawatannya meliputi pemeliharaan kandang, pakan, dan beberapa suplemen vitamin.
Selain itu domba juara perlu dimandikan dan dicukur bulunya. Domba pun mengenal pedicure alias potong kuku kaki agar fisik dan kesehatannya selalu terjaga. “Ini merupakan perawatan standar yang harus dilakukan. Minimal 2 kali seminggu dimandikan, serta dicukur bulunya. Ini untuk menghindari serangan penyakit kulit dan kutu. Begitu pula dengan kukunya,” tambah Haji Rahmat, pemilik domba juara.
Beberapa peternak domba aduan, tambah Rahmat, juga memberikan jamu untuk hewan kesayangan mereka. Sedangkan untuk perawatan keseharian, domba yang dipersiapkan untuk aduan dijatah makanan yang bervariasi. Mulai dari rumput, labu siam, wortel, ampas tahu atau tempe, hingga singkong yang sangat bagus guna memnghasilkan tenaga.
Sama halnya manusia, domba-domba ini dilatih berlari dan berenang untuk mendapatkan otot tubuh yang kuat. Yang juga penting adalah latihan adu ketangkasan dalam berkelahi. "Yang paling pokok, persiapan fisik itu harus selalu menjadi perhatian, sebab mungkin lawan kita yang akan datang tidak sembarangan domba. Dan mereka pastinya juga mempersiapkan domba terbaiknya. Yah, minimal kita untuk mengimbangilah," tandas Rahmat.
Domba aduan, masih menurut Rahmat, telah mempunyai insting bertarung. Tak heran bila setiap berhadapan dengan domba lain, ada keinginan untuk menyerang. Oleh karena itu latihan diperlukan untuk mengasah keberanian dan ketangkasannya saat di arena pertandingan.
Di samping mengadu ketangkasan, arena “adu domba” juga menjadi ajang memperkenalkan budaya daerah, mempererat hubungan antara sesama peternak domba dengan saling bertukar ilmu cara beternak domba yang baik, dan sebagai wahana menyalurkan hobi. Tri Mardi Rasa.

http://dombagarut.blogspot.com/2007_07_01_archive.html

MEMULAI USAHA TERNAK PEMBIBITAN DOMBA GARUT

A PERSIAPAN KANDANG & LOKASI
Kandang yang disiapkan adalah Kandang Jenis Koloni & Kandang Baterai berlantai Panggung. Kandang Jenis Koloni diperuntukkan untuk Domba Garut Betina sedangkan Kandang Jenis Baterai diperuntukkan untuk
Domba Garut Jantan.
Kandang Jenis Koloni berisikan 10 ekor Domba Garut Betina. Kandang Jenis Baterai berisikan 1 ekor Domba Garut Jantan. Jumlah Total Kandang Jenis Koloni sebanyak 3 Kandang sedangkan Jumlah Total Kandang Jenis Baterai sebanyak 3 Kandang.
Penyediaan Sumber Pakan Hijauan Domba Garut di sekitar Kandang: Penanaman Rumput, Pepohonan dll.B

PEMBELIAN BIBIT INDUK DOMBA GARUT
Bibit Induk Domba Garut Jantan sebagai Tahap Awal sebanyak 3 ekor. Bibit Induk Domba Garut Betina sebagai Tahap Awal sebanyak 30 ekor. C PROGRAM PERKAWINANProgram Perkawinan yang dijalankan adalah dengan Metode Perkawinan Koloni. Induk Jantan ditempatkan Koloni dengan 10 Induk Betina selama 40 hari. Selepas 40 hari, Induk Jantan ditempatkan dalam Kandang Baterai sedangkan Induk Betina masih ditempatkan dalam Kandang Koloni. Siklus Birahi Domba Garut Betina adalah berlangsung 1 hari setiap periode 14 - 17 hari. Metode Perkawinan Koloni menjadikan Jantan akan kawin dengan Betina dalam Kondisi BirahiD PROGRAM

KELAHIRAN
Domba Garut Betina akan mengalami 150 hari (5 bulan) masa kebuntingan pasca perkawinan. Setelah 150 hari masa kebuntingan maka Domba Garut Betina akan melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan oleh Domba Garut Betina umumnya 1 s.d 4 ekor. Anak Domba Garut yang baru lahir umumnya memiliki Berat Badan lahir 3 s.d 5 Kg. Sebelum menginjak usia 5 bulan, anak Domba Garut ditempatkan dalam Kandang yang sama dengan Induknya. Baru pada usia menginjak 5 bulan maka anak siap disapih (Tidak Menyusui Lagi pada Induk). Berat Badan Anak Domba Garut saat disapih/ dipisahkan dari Induk yaitu antara 15 s.d 20 Kg. Induk Domba Garut Betina siap dikawinkan kembali setelah jarak 2 bulan dari Kelahiran

PROGRAM PAKAN
Pakan Domba Garut yang utama adalah Jenis Hijauan seperti Rumput, Dedaunan bisa pula Limbah Sayuran Pasar. Sebagai Pakan Tambahan dapat pula diberikan Ampas Tahu. Dalam 1 hari, 1 ekor Domba Garut Jantan/ Betina dewasa membutuhkan 6 Kg Hijauan. Bila memungkinkan, Ampas Tahu diberikan 1 Kg pada tiap harinya. Frequensi Pemberian Pakan adalah 3 Kg Hijauan pada pagi hari dan 3 Kg Hijauan pada sore hari, sedangkan Ampas Tahu sebanyak 1 Kg diberikan pada sore hari pula sebelum pemberian Pakan Hijauan. Harga Ampas Tahu berkisar antara Rp. 150,- s.d Rp. 250,- per Kg. Sedangkan Hijauan berupa Rumput atau Dedaunan dimungkinkan Zero Cost karena diperoleh dari Lingkungan sekitar
JUMLAH PEKERJA
Jumlah Pekerja yang ideal untuk Jumlah Populasi 33 ekor adalah 2 (dua) orang. Adapun Pekerja secara bergantian tiap harinya menjalankan 2 aktivitas utama:a Kegiatan Mencari Pakan Hijauan (Rumput atau Dedaunan)b Kegiatan Merawat Kesehatan Ternak & Menjaga Kebersihan KandangG KEGIATAN MENCARI RUMPUT ATAU DEDAUNANDalam 1 hari per ekor Domba Garut membutuhkan 6 Kg Hijauan, bilamana Populasi yang ada adalah 33 ekor maka Jumlah Hijauan yang dibutuhkan pada tiap harinya adalah 198 Kg, asumsikan di mana per 1 Karung dapat memuat 50 Kg Hijauan, maka Target Karung pada tiap harinya adalah 4 Karung untuk Hijauan di sekitar Lokasi Kandang
KEGIATAN MERAWAT KESEHATAN TERNAK
Memandikan Domba, Pencukuran Bulu Domba, Pemotongan Kuku Domba
KEGIATAN KEBERSIHAN KANDANG
Membersihkan Kandang dari Kotoran Ternak yang bermanfaat untuk Kesehatan Ternak. Kotoran Ternak diolah sebagai Bahan Baku Pupuk Organik.
PROSPEK & PELUANG PASAR
Anak Domba Garut Jantan usia 5 bulan dapat dijual dengan asumsi harga Rp. 500.000,- per ekor. Anak Domba Garut Betina usia 5 bulan dapat dijual dengan asumsi harga Rp. 400.000,- per ekor.
LANGKAH PENGEMBANGAN USAHA
Hasil Penjualan Anak Domba Garut Usia 5 bulan dapat dibelikan Bibit Induk Domba Betina baru. Pembelian Tahap-1 dibulan ke-10 usaha sebanyak 10 ekor dari Pendapatan Penjualan. Pembelian Tahap-2 dibulan ke-17 usaha sebanyak 10 ekor dari Pendapatan Penjualan. Bibit Induk Domba Garut Betina yang sudah ada sebelumnya dan sudah Hamil di Mitrakan kepada Petani untuk dirawat dan dipelihara. Tentunya ini merupakan suatu Keuntungan untuk menekan Biaya Pakan. Bibit Induk Domba Betina baru dimasukkan ke dalam Kandang Koloni untuk menggantikan Betina yang di Mitrakan kepada Petani. Bibit Induk Domba Betina yang ada di petani bilamana sudah melahirkan maka dapat dijual. Atas jerih payahnya, maka Petani Mitra mendapatkan perolehan Bagi Hasil dari Penjualan yang dilakukan. Induk Domba Betina yang sudah melahirkan maka kembali dikawinkan kembali di Kandang Petani dengan dipinjamkan Pejantan sementara waktu Usaha Domba Garut semakin berkembang di suatu Wilayah tentunya, Posisi bulan ke-24:
a Domba Garut Jantan = 3 ekor
b Domba Garut Betina = 50 ekor
c Anak Domba Garut Belum Sapih = 18 ekor
MANFAAT USAHA TERNAK DOMBA GARUT
Mensejahterahkan Petani di mana dapat memperoleh Penghasilan Tambahan, Menjaga Kelestarian Plasma Nutfah Indonesia dengan memperbanyak Jumlah Populasi, Menyuburkan Tanaman dengan adanya Kotoran Ternak Domba sebagai Bahan Baku Pupuk, Menjaga Kelestarian Lingkungan di mana sudah tentu harus dilakukan Penanaman Rumput atau Pohon Dedaunan yang menjadi Sumber Pakan Hijauan untuk Domba Garut.M FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN1 Peluang Pemasaran2 Kesiapan Sumber Daya Manusia3 Ketersediaan Stock Pakan Hijauan di Lingkungan Sekitar4 Kemampuan Modal

sumber : http://dombagarut.blogspot.com/2007_07_01_archive.html

Kamis, 15 Januari 2009

Kenali Warna Bulu, Tanduk & Domba Anda?

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat,
Bp. Deni Heriadi, Bp. Sugeng

Semakin menarik untuk mengenal ternak Domba Garut dengan lebih mendalam. Terlebih bilamana dikaitkan dengan upaya Sertifikasi yang dilakukan oleh Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat & Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran – Bandung, berikut kita akan coba bahas mengenai Sertifikasi dimaksud:


Sertifikasi difokuskan pada tempat-tempat yang dianggap menjadi daerah sumber bibit Domba Garut, khususnya pada Peternakan Domba Garut yang memiliki domba dengan kualitas di atas rata-rata atau memenuhi standar kualitas. Domba Garut yang diamati (Sampling Fram) adalah domba yang diperlihara oleh peternak anggoa HPDKI (Himpunan Peternakan Domba dan Kambing Indonesia) Jawa Barat, dengan asumsi Peternakan yang tergabung dalam kelompok profesi HPDKI, relative memiliki pengalaman beternak yang lebih maju, inovatif, serta memiliki kesungguhan dalam memelihara dan merawat domba. Sampel domba Garut di masing-masing wilayah atau desa sumber bibit ditentukan secara acak (random sampling).(Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat).


Pada kesempatan kali ini mari bersama kita bahas mengenai Sertifikasi Domba Garut Jantan, Standard Sertifikasi Domba Garut – Raja Pejantan, adapun untuk Betina akan diulas pada kesempatan lainnya:


Umur 18 – 24 BulanWarna Bulu VariasiTanduk,

Besar Kuat & MelingkarBerat Badan 57,74 kg s.d 90,50 kg

Panjang Badan, 63,41 cm s.d 81,00 cm

Lingkar Dada, 88,73 cm s.d 107 cm

Lebar Dada, 22,08 cm s.d 24,00 cm

Tinggi Pundak, 74,34 cm s.d 96,00 cm

Bentuk badan Baji, Selongsong

Bentuk muka cembung dan lebar, dahi lebar dan bangus benguk

Bentuk Telinga Rumpung (Panjang <>


1. Jenis Ekor :





Ekor beurit








Ekor Gabus








Ekor Bagong
2. Jenis Tanduk













Tanduk Gayor









Tanduk Sogong










Tanduk Golong Tambang













Tanduk Leang-Leang

3. Warna Tanduk

Warna Wulung Warna untuk Tanduk Domba Berwarna Hitam









Warna Cinta Warna untuk Tanduk Domba Berwarna Hitam, Kuning Keputihan

Warna Berumbun Warna untuk Tanduk Domba Berwarna Putih

Rabu, 07 Januari 2009

Belajar Materi Genetika

Belajar Materi Genetik bareng Dr Wildan Yatim, pakar genetika Universitas Padjadjaran, Bandung yuk….

INTI atau nukleus adalah organel terbesar dalam sel. Memiliki selaput yang terdiri dari dua lapis membran dan di antara kedua membran ada celah. Secara keseluruhan selaput ini jadi sekitar tiga kali tebal plasmalema.

Plasmalema sulit dilihat di bawah mikroskop cahaya karena tipisnya. Beda halnya dengan selaput inti, dibawah mikroskop tampak sangat jelas sehingga disebut karyotheca (karyon = inti; theca = selaput).

Inti berisi cairan yang lebih kental dari pada sitoplasma, disebut nukleoplasma. Dalam nukleoplasma terendam benang-benang halus yang terjalin-jalin, disebut kromatin (kroma = berwarna, tin = benang). Di bawah mikroskop tidak bisa kita melihat ujung pangkal tiap helai benang dan tidak bisa dihitung, sehingga tampak seperti benang kusut.

Inti berbentuk seperti bola. Di bawah mikroskop elektron akan tampak bahwa selaput inti itu banyak berlubang. Lubang-lubang itu disebut pori inti. Lewat pori itulah berbagai bahan keluar-masuk inti. Yang masuk ialah seperti energi dalam bentuk ikatan kimia yang disebut ATP, nukleotida, fosfat, hormo, enzim, dan protein bahan baku ribosom.

Yang keluar dari inti ialah RNA dan kedua subunit besar dan kecil ribosom. Kedua subunit ribosom itu dibikin dalam inti, setelah RNA yang disintesa oleh sekelompok gen gabung dengan bahan baku ribosom yang datang dari sitoplasma. Jumlah pori inti disesuaikan dengan kebutuhan. Ketika gen-gen sedang aktif mensintesa protein jumlah proti itu pun banyak. Satu pori bisa muncul pada suatu tempat dan nanti bisa hilang. Letak pori baru yang muncul pun bisa bergeser dari letak pori sebelumnya. Karena itu pori inti bersifat mobil.


KROMATIN adalah materi genetik, atau bahan sifat keturunan. Benang-benang ini dibina atas DNA dan protein. DNA terdiri dari sekitar 100.000 molekul, tersebar pada benang kromatin. Tiap molekul DNA secara fungsional disebut gen. Gen-lah yang membina unit materi genetis. Gen bekerja menumbuhkan dan memelihara aktivitas sifat keturunan atau karakter. Puluhan ribu jenis karakter dalam tubuh kita. Contoh karakter: bentuk rambut, warna rambut, sebaran bulu di tubuh, hormon insulin, hormon pertumbuhan, enzim pencerna protein, enzim pencerna glikogen, protein plasmalema, antibodi, sel tulang, sel darah, sel otot jantung, sel saraf, dan sebagainya.

Tiap karakter yang disebut di sini bisa dipecah atas beberapa karakter lagi. Misalnya, protein plasmalema, ada berupa reseptor glukosa, reseptor asam amino, gerbang terusan ion Na, K, dan Cl, reseptor hormon insulin, dan seterusnya. Pada umumnya tiap karakter ditumbuhkan dan dipelihara oleh satu gen.

Banyak penyakit atau kelainan berkaitan erat dengan kelainan materi genetik. Kelainan itu bisa terjadi karena perubahan menetap pada komposisi molekul DNA suatu gen, bisa pula pada benang kromatinnya. Perubahan pada DNA disebut mutasi titik, populer disebut mutasi saja. Sedangkan perubahan pada kromatin disebut mutasi besar, populer disebut aberasi.

Jika sel membelah atau berbiak maka lebih dulu kromatin akan mengganda jadi rangkap dua, lalu memendek dan menebal, berpuluh kali lebih pendek dan tebal dari sebelumnya. Dalam bentuk ketika sel sedang membelah itu kromatin disebut dengan nama kromosom (kromo = berwarna; som atau soma = badan). Barulah dalam bentuk kromosom materi genetik itu tampak jelas di bawah mikroskop cahaya. Dapat dihitung, dapat diamati ujung-pangkalnya, dapat diteliti dengan rinci perilakunya, dan dapat pula dianalisis kemungkinan terjadinya aberasi. Karena dalam bentuk kromosomlah baru dapat dianalisa aberasi pada materi genetik, maka untuk praktisnya benang-benang materi gentik dalam inti sel itu disebut saja kromosom.

DALAM satu sel setiap species (jenis) makhluk panjang kromosom itu bervariasi. Ada yang panjang sekali, ada yang sedang, ada pula yang pendek. Namun, dalam satu species variasi bentuk dan jumlah keseluruhan kromosom dalam sel adalah tetap. Kalau beda species beda pula jumlah kromosom.
Jumlah kromosom bervariasi antara berbagai jenis makhluk. Bakteri E.coli yang hidup menumpang dalam usus memiliki kromosom 1, cacing gelang (Ascaris) yang juga biasa hidup dalam usus memiliki 2, lalat buah 8, jagung 20, orangutan 48, gorila 48 juta, simpanse juga demikian, sedangkan manusia 46.
Melihat jumlah kromosomnya saja dapat ditarik kesan, bahwa manusia sekerabat dengan orangutan, gorila, dan simpanse. Dan memang kalau diamati susunan kromosom orangutan, lalu dibandingkan dengan susunan kromosom orang, terdapat banyak sekali kesamaan. Lalu kalau dianalisis susunan DNA gen-gennya lebih yakinlah kita bahwa orang memang kerabat dekat orangutan. Dalam perjalanan evolusi pada orang kromosom itu berkurang dua, mungkin ada kromosom yang pendek bergabung.
Dalam tiap sel tiap macam kromosom ada dua atau sepasang. Jumlah kromosom manusia 46, dan menurut macamnya ada 46/2 = 23 pasang. Kromosom yang sepasang atau semacam itu disebut homolog. Homolog dalam panjang dan bentuk, homolog pula kandungan serta letak gen-gennya. Kromosom yang berpasangan pada setiap individu itu yang sebelah diwarisi seseorang dari ibu, yang sebelah lagi dari ayah. Diwarisi dari ibu lewat sel telur, dan dari ayah lewat sperma.
Ingat, bahwa yang membuahi satu telur itu hanya satu sperma. Dalam indungnya telur itu mengalami proses pematangan sebelum keluar dan jatuh ke salurannya. Dalam proses pematangan itu terjadi pembagiduaan kromosom. Proses sama terjadi dalam pelir seorang ayah. tegasnya telur ibu mengandung 23 kromosom, sperma suami 23 pula. Jika telur dibuahi sperma terbentuk embrio yang sel-selnya mengandung 23 + 23 = 46 kromosom kembali.

IBARATKAN kromosom itu pasangan pakaian. Sepasang sepatu, sepasang sandal, sepasang tengkelek, sepasang kaus kaki, dan sepasang kaus tangan. Dalam proses pematangan telur dan sperma tiap pasang itu berpisah. Sepatu kiri pisah dengan sepatu kanan, sandal kiri pisah dengan sandal kanan, dan seterusnya. Maka dalam satu telur atau satu sperma yang sudah matang hanya terdapat sebelah-sebelah pakaian itu.Jadi jelaslah bahwa setiap individu di tengah masyarakat mengandung gabungan materi genetik pihak ibu dan pihak ayah. Lebih miripnya seorang anak dengan ayah atau dengan ibu, bergantung kepada kandungan gen pihak mana yang lebih dominan (berpengaruh) di masa embrio dan di masa pertumbuhan menjelang dewasa.Gen yang berpasangan dalam kromosom homolog itu memiliki pekerjaan yang sama untuk menumbuhkan sejenis karakter. Namun, karena terjadi mutasi pada salah satu kromosom, misalnya, diwarisi seorang ibu dari leluhurnya, maka gen mutant itu, disebut alel, bisa jadi dominan atau resesif terhadap alel pasangan yang normal atau belum bermutasi. Ia bersifat dominan jika bisa menutupi pekerjaan alel pasangan, dan bersifat resesif jika pekerjaannya ditutupi oleh alel dominan.

Di antara kromosom yang 23 pasang ada sepasang yang mengandung gen-gen pertumbuhan dan pemeliharaan seks, disebut kromosom seks atau gonosom. Yang 22 pasang lain disebut kromosom biasa atau autosom. Kromosom seks ada 2 macam: X dan Y. Pada wanita susunan kromosom seksnya ialah 2 X, tidak ada Y, disingkat dengan XX. Pada pria susunan kromosom seks ialah 1 X dan 1 Y, disingkat dengan XY. Maka simbol susunan kromosom seseorang individu biasa ditulis sbb: Angka di depan koma jumlah semua kromosom, di belakang koma susunan kromosom seks. Individu sehat/ normal diberi simbol: wanita = 46, XX, pria = 46X, Y. Ada orang yang jumlah kromosom seksnya 3, misalnya 2 X dan 1 Y, maka simbol susunan kromosomnya ditulis: 47, XXY.KROMOSOM Y adalah penentu seks pria. Jika hadir Y berapa pun banyaknya jumlah kromosom X dalam sel, maka orang itu berkelamin pria. Misalnya, ada pasien bersusunan 48, XXXY. Orang itu mestilah berjenis kelamin pria, meski kromosom X ada 3. Cuma perlu dicatat bahwa orang demikian mestilah memiliki kelainan pada alat kelamin. Untuk menetapkan seks bayi yang meragukan perlu diperiksa hadir-tidaknya kromosom Y dalam sel.

Untuk itu diambil 1 mililiter darah bayi, dikultur di laboratorium, dan diberi zat perangsang pembelahan. Setelah dua-tiga hari sel-sel darah itu membelah. Kromatin berubah jadi kromosom. Lalu ketika mau dipanen ke dalam kultur diteteskan kolkhisin. Zat ini merusak serat-serat yang akan memisahkan kromosom yang mengganda jadi dua, sehingga pembelahan berhenti. Berhenti ketika pembelahan sedang pada tingkat metafase.

Pada tingkat ini kromosom dalam besar maksimal dan yang rangkap dua belum berpisah untuk membentuk kromosom sel anak. Setelah panen hasil kultur diteteskan ke preparat. Di bawah mikroskop tampak kromosom sel-sel yang menyebar. Sebaran yang bagus difoto dengan mikrofotograf, yaitu mikroskop yang pada okulernya terdapat kamera. Filmnya dicuci-cetak sebesar 2x kartu pos, kromosom pada satu sebaran metafase digunting-gunting, dideretkan pada suatu blanko kariotipe (karyon = inti, tipe = susunan, bentuk). Ingat, bahwa pada foto ini tiap kromosom yang rangkap dua belum pisah, karena pembelahan dihentikan pada tingkat metafase.Banyak penyakit, seperti kelainan seks, kelainan jiwa, kemandulan, abortus berulang, dan kanker disebabkan kelainan pada materi genetik. Satu atau satu-dua kromosom. Karena itu untuk menegakkan diagnosa, untuk melengkapi diagnosa klinis, perlu dilakukan analisis kromosom pasien bersangkutan.

Itu memeriksa kelainan genetik yang berkaitan dengan aberasi kromosom. Bagaimana dengan kelainan/penyakit genentik yang berkaitan dengan mutasi gen? Untuk itu kita perlu melakukan analisis DNA pasien bersangkutan.Misalnya, diambil darahnya sebanyak 10 mililiter. Lalu DNA-nya dipisahkan dari bahan lain sel, seperti protein, enzim, RNA, asam lemak, dan sebagainya. Akan didapat endapan putih yang terdiri benang-benang halus, itulah DNA. Kita menyebutnya dalam praktikum ibarat memancing. Benang-benang itu dapat kita angkat dengan jara dan tampak dengan mata telanjang.Kemudian dilakukan analisis. Untuk itu benang-benang DNA-nya dipotong-potong dulu. Sebab tidak mungkin kita merentangkannya pada suatu preparat, karena panjang sekali. Kalau preparatnya itu agar atau kertas mungkin membutuhkan panjang berpuluh meter. Karena itu harus dipotong-potong dulu.

Dipotongnya bukan dengan gunting. Tetapi, dengan enzim, yang disebut enzim restriksi. Oleh enzim maka benang-benang DNA pada endapan tabung reaksi tadi jika dielektrophoresis dan diisap pada kertas saring, akan membentuk sederetan pita. Setiap pita terdiri dari jutaan fragmen DNA yang memiliki panjang fragmen tertentu. Dengan menggunakan preparat pita baku orang sehat dan normal, dibandingkan apakah ada pita yang letaknya berubah atau bertambah.

DARI memperbandingkan itu dapatlah dianalisis daerah gen mana yang mutasi. Tetapi pekerjaan ini sangat rumit dan lama. Untuk memudahkan DNA sampel dibubuhi penjejak atau probe. Probe ini biasanya radioaktif, terdiri dari potongan pendek DNA penyakit genetik tertentu. Jika probe diteteskan kepada pita hasil elektrophoresis maka pita yang banyak akan hilang, artinya tidak muncul dalam film autoradiografi.Pita yang ada hanya yang gabung (hibrid) dengan probe, karena bermuatan radioaktif. Jika pita ada berarti pasien mengidap penyakit yang ditest. Jika probe tak berhibrid dengan salah satu pita, berarti filmnya kosong, berarti pasien itu bukan menderita penyakit yang dimaksud.Probe dibuat untuk mentes berbagai penyakit genetik, seperti thalassemia, hemophilia, muscular dystrophy, phenylketonuria, leukemia, dan lymphoma. Probe itu dipasarkan oleh Laboratorium Genetika negara maju dan harganya mahal. Tes DNA kini juga dipakai untuk tujuan forensik atau kedokteran kehakiman. Seperti menetapkan kebenaran anak sah seorang ayah, atau apakah percikan darah kering yang ditemukan di tempat kejahatan milik tersangka.

Selasa, 06 Januari 2009

WASPADA PENYAKIT CACING!

Lingkungan dan Pola Hidup Cacing:
Siklus hidup cacing adalah cacing ditularkan pada waktu ternak memakan rumput atau meminum air yang terkontaminasi atau tercemar oleh ternak lain dengan telur cacing. Bisa juga cacing disebarkan dari induk ke anaknya. Cacing hidup di usus ternak dan memproduksi banyak telur. Masalah ini biasa terjadi pada musim hujan. Cacing memang memerlukan kondisi lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi yang basah atau lembab. Pada kondisi lingkungan yang basah atau lembab, perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang menjadi inang perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak. Lalu peternak yang bagaimana yang perlu mendapat perhatian lebih terkait jenis entoparasit dari golongan cacing ini?


Adalah Drh Rondang Nayati MM Kepala Sub Dinas Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Riau menyatakan, ternak ruminansia lebih rentan terpapar cacing bila dibanding dengan jenis ternak lainnya. Ternak dimaksud seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Namun, untuk jenis ternak lainnya, kasus cacingan tetap bisa dijumpai. “Untuk kasus cacingan pada ternak, fokus kita memang pada ternak ruminansia terutama sapi dan kambing, karena kedua hewan ini sangat rentan dan populasinya di Riau juga cukup tinggi,” jelas alumni Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada ini.
Lebih lanjut dikatakannya, pada peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional yakni dengan membiarkan ternaknya mencari pakan sendiri meskipun pada lingkungan yang disinyalir telah terkontaminasi dengan cacing akan lebih memudahkan ternak terinfestasi cacing ketimbang sapi yang dipelihara dengan sentuhan pemeliharaan modern. Manifestasi klinik Fasioliasis tergantung dari jumlah metaserkaria yang termakan oleh penderita. Dalam jumlah besar metaserkaria menyebabkan kerusakan hati, obstruksi saluran empedu, kerusakan jaringan hati disertai fibrosis dan anemia. Frekuensi invasi metaserkaria sangat menentukan beratnya Fasioliasis. Kerusakan saluran empedu oleh migrasi metaserkaria menghambat migrasi cacing hati muda selanjutnya

Sementara itu, sumber di Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau menyatakan bahwa rumput sebagai pakan utama ternak ruminansia tetap dianggap sebagai faktor predisposisi infestasi atau adanya parasit dalam tubuh ternak. Hal ini dikaitkan dengan siklus hidup cacing sebelum masuk ke dalam tubuh ternak.

Pada cacing hati misalnya, cacing dewasa hidup di dalam duktus biliferus dalam hati domba, sapi, babi dan kadang-kadang manusia. Dikatakan narasumber dari kalangan dokter hewan itu, bentuk tubuh cacing hati seperti daun dengan ukuran 30 x 2 - 12 mm dengan bentuk luarnya tertutup oleh kutikula yang resisten, merupakan modifikasi dari epidermis dan mulut disokong atau dibatasi. Kemudian, cacing dewasa bergerak dengan berkontraksinya otot-otot tubuh, memendek, memanjang dan membelok, mirasidium berenang dengan silianya dan serkaria dengan ekornya. Cacing ini merupakan entoparasit yang melekat pada dinding duktus biliferus atau pada epithelium intestinum atau pada endothelium venae dengan alat penghisapnya. Makanan diperoleh dari jaringan-jaringan, sekresi dan sari-sari makanan dalam intestinum hospes dalam bentuk cair, lendir atau darah. Di dalam tubuh, makanan dimetabolisir dengan cairan limfe, kemudian sisa-sisa metabolisme tersebut dikeluarkan melalui selenosit. Perbanyakan cacing ini melalui auto-fertilisasi yang berlangsung pada Trematoda bersifat entoparasit, namun ada juga yang secara fertilisasi silang melalui canalis laurer.

Lalu apa yang harus dilakukan peternak?
“Peternak harus proaktif menyikapi prilaku dan siklus hidup cacing tersebut,” jelas alumni Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta ini. Artinya, sebelum rumput diberikan kepada sapi atau ternak lainnya, rumput tersebut perlu diangin-anginkan terlebih dahulu, ini bertujuan agar Metaserkaria cacing tersebut mati.


Menurut Radiopoetro, suhu yang diperlukan mirasidium untuk dapat hidup adalah di atas 5-6 °C dengan suhu optimal 15-24 °C. Mirasidium harus masuk ke dalam tubuh siput dalam waktu 24-30 jam, bila tidak maka akan mati. Kemudian, telur dari jenis Fasciola gigantica menetas dalam waktu 17 hari, berkembang dalam tubuh siput selama 75-175 hari, hal ini tergantung pada suhu lingkungannya.
Terkait pemberantasan cacing ini, Drh Rondang Nayati MM kembali menegaskan bahwa tetap bermula dari kemauan peternak, artinya bila peternak menginginkan ternaknya tumbuh sehat maka peternak harus memperhatikan kaidah-kaidah beternak yang baik sesuai dengan anjuran yang disampaikan oleh petugas lapangan. ”Budaya hidup bersih juga dapat diterapkan seperti membersihkan lingkungan sekitar kandang, menghindari genangan air dengan cara membuat saluran air, membuang atau mengumpulkan kotoran sapi dan kotoran jenis ternak lainnya pada satu tempat, sehingga pada akhirnya, peternak meraup keuntungan bukan saja dari ternak yang dipelihara, namun keuntungan lain juga datang dari limbah ikutan seperti pupuk kandang,” pungkas mantan Kepala Laboratorium type B Dinas Peternakan Provinsi Riau ini.

Mengontrol Cacing pada Ternak: Drh Johan Purnama MSc dan Taufikurrahman Pua Note SPt dari SPFS (Special Programme For Food Security) FAO untuk Asia Indonesia dalam suatu kesempatan menyatakan, “Penggunaan obat anti parasit internal (cacing) dalam pemeliharaan sapi adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh peternak, karena infestasi cacing adalah suatu fenomena yang akan terus berulang secara periodik dalam siklus pemeliharaan.” Menurut sumber SPFS FAO untuk Asia Indonesia, beberapa tehnik sederhana dalam melakukan kontrol terhadap infestasi cacing pada ternak sapi dapat dilakukan dengan cara mengatur pemberian pakan dan mengatur waktu pemotongan rumput, suatu hal yang tentunya tidak dapat dilakukan bila sapi dibiarkan mencari pakan sendiri di padang rumput.
Pembuatan kompos dari kotoran sapi juga akan memutus siklus hidup parasit, karena telur cacing akan menyebar melalui kotoran sapi, sehingga bila kotoran sapi dikumpulkan dan digunakan untuk membuat kompos maka siklus hidup cacing akan terputus dengan sendirinya, karena adanya pemanasan pada proses dekomposisi kotoran sapi (34ยบ C). “Pada dasarnya beban biaya medikasi untuk pemeliharaan sapi mencapai 5-10% dari total biaya (farm overhead cost), dimana lebih kurang 50 % nya digunakan untuk biaya pembelian obat anti-cacing,” ujar Johan Purnama dan Taufikurrahman Pua Note. Kerugian lain, lanjut mereka, yang timbul adalah adanya resistensi cacing pada beberapa jenis obat, yang memaksa peternak untuk semakin meningkatkan jumlah dosis obat yang diberikan pada sapi dimana hal ini akan memberikan efek samping yang bersifat toksik pada sapi. “Residu obat cacing yang keluar melalui tinja juga akan semakin meningkatkan kekebalan cacing terhadap obat cacing di lingkungan penggembalaan sehingga penggunaan bahan farmasi sebenarnya menimbulkan efek negatif yang cukup signifikan,” kata mereka.

Diagnosa Tepat Bermanfaat:
Diagnosa yang tepat pada hewan yang sudah terserang penyakit cacing, akan memberikan jalan untuk pengobatan yang tepat pula. Untuk ketepatan diagnosa, narasumber Infovet menyatakan perhatikan gejala yang tampak pada ternak. Bila ternak tidak ada nafsu makan, katanya, maka periksalah dulu bagian mulut dan gigi. Periksa juga suhu (kalau tinggi, mungkin ada infeksi umum). Berikan antibiotika injeksi setiap hari selama 3 - 5 hari. “Bila bukan seperti gejala diatas setelah diperiksa, kemungkinan penyakit kronis. Hubungi dokter hewan,” katanya. Adapun bila nafsu makan ternak bagus, ada kemungkinan pakan mutunya kurang baik/ busuk/ berjamur.
Untuk itu narasumber Infovet menyatakan supaya peternak mengganti pakan. Gejala-gejala bila ternak itu cacingan antara lain: sapi kurus dan lemah, nafsu bisa kurang, kurang darah (anaemia), lendir berwarna pucat dan sering mencret. Selanjutnya salah satu metoda untuk melakukan diagnosa penyakit Cacing Hati (Fasciolasis) pada sapi dan kerbau, misalnya, adalah dengan menggunakan antigen Fasciola.

sumber : http://dombagarut.blogspot.com/2009/01/waspada-penyakit-cacing.html